Terowongan merupakan salah satu alternatif teknologi konstruksi prasarana transportasi di daerah pegunungan atau untuk melintas di bawah laut, yang menjadi tantangan dalam pembangunan jaringan transportasi di Indonesia. Selain itu terowongan juga menjadi salah satu pilihan solusi teknologi konstruksi dalam pengembangan infrastruktur transportasi perkotaan.
Terowongan bukanlah hal baru di Indonesia. Terowongan telah dibangun sejak jaman kolonial Belanda, seperti terowongan Sasaksaat (949m) yang dibangun pada tahun 1902-1903, terowongan Garahan (113m) yang dibangun 1901-1902, terowongan Mrawan (690m) yang diperkirakan dibangun pada tahun 1901-1910, hingga terowongan Notog (260m) yang dibangun pada 1914-1915.
Pada masa kini, geliat Indonesia dalam membangun terowongan sudah mulai muncul kembali, di antaranya dengan membangun terowongan-terowongan sebagai berikut:
Bendungan Jatigede (2008-2011), bendungan Bajulmati (2006), dan bendungan Jatibarang (2010).
Terowongan Notog (2017-2018), terowongan Kebasen (2017-2018) dan MRT Jakarta (2014- renc. 2019).
Teknologi terowongan umumnya dipilih berdasarkan kriteria jenis tanah/batuan yang akan dilewati dan kondisi morfologinya, antara lain:
Puslitbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan), Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR, telah menjalin kerja sama dengan pihak dalam dan luar negeri dalam penelitian bidang terowongan jalan, yaitu:
Seminar Nasional Terowongan ini dimaksudkan untuk memperkuat mindset para pemangku kepentingan bahwa terowongan merupakan salah satu pilihan untuk prasarana transportasi yang andal. Seminar ini sekaligus sebagai ajang bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang teknologi terowongan pada kondisi geografi dan geologi yang beragam.
Pelaksanaan
Waktu : Senin – Selasa, 17 – 18 September 2018
Tempat :
Hari ke-1: Kampus Pusjatan Bandung
Hari ke-2: Kunjungan teknik ke lokasi terowongan jalan tol Cisumdawu